Asumsi Makro, Kebijakan Fiskal, Defisit dan Pembiayaan RAPBN 2021

  • Bagikan

Dalam turbulensi ekonomi di tengah kondisi pandemi covid19, tentunya pemerintah perlu membuat langkah-langkah taktis agar ekonomi bisa segera berputar, di sisi lain keuangan negara juga harus aman dan dapat meningkatkan confident level pasar.

Ajib Hamdani, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI, menjelaskan tentang Asumsi Makro tentang bagaimana ukuran-ukuran yang dibuat dan bagaimana keseragaman antar instansi dalam membuat asumsi makro, tentunya menjadi salah satu indikator kekompakan pemerintah dan keyakinan atas asumsi dasar yang digunakan.

“Tentunya menjadi permasalahan tersendiri ketika, misalnya terdapat perbedaan asumsi makro antara BI dan Kemenkeu tentang nilai tukar rupiah,” terang Ajib, kepada wartawan Klilsajabanten.co, Rabu, (24/06/2020).

Tambah Ajib, ia menambahkan bahwa Kebijakan Fiskal dan Struktur APBN, walaupun pemerintah bisa mendesain defisit melebihi 3% sampai tahun 2022, sesuai dengan UU Nomor 2 tahun 2020, ia juga menpertanyakan apa pertimbangan yang dipakai oleh pemerintah tentang fiscal prudent.

“Karena fiscal prudent ini sangat penting bagi pemerintah untuk menyusun postur anggaran yang kredibel dan akuntabel. Termasuk ukuran yang dipakai pemerintah dalam menyuntik dana PMN ke BUMN,” lugas Ajib, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua HIPMI Tax Center.

Karena dana PMN ini akan semakin membuat postur anggaran bertambah negatif. Tanpa ukuran kredibilitas dan good corporate governance(GCG), maka penyertaan PMN ke BUMN akan cenderung menjadi liabilities jangka panjang.

Jika melihat defisit APBN seusai dengan Perpres Nomor 54 tahun 2020, APBN 2020 yang defisit 852,9 Trilyun, kemudian berubah menjadi 1.028,5 Triliun, selanjutnya berubah lagi menjadi 1.039 Trilyun. Dalam rentang waktu dalam 2 bulan, postur APBN mengalami perubahan kedalaman defisit yang relatif signifikan.

Apakah trend perubahan postur APBN akan terus terjadi selama pandemi masih berlangsung, atau akan ada asumsi yang lebih kuat dipakai sebagai dasar penghitungan sehingga APBN lebih firm angkanya sejak awal.

Ajib juga menjelaskan tentang pembiayaan dalam RAPBN 2021
Penerimaan pajak tahun 2020 terkonstraksi sangat dalam karena terjadi pelambatan ekonomi. Kontraksi ini cenderung terus berlanjut di penerimaan pajak tahun 2021 karena pembayaran PPh pasal 25 sepanjang tahun 2021 sesuai dengan kondisi bisnis tahun 2020, dan tarif PPh Badan sudah efektif turun menjadi 22% sesuai UU nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Sistem Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi covid19.
Apakah pilihan lainnya, kembali menambah hutang pemerintah,atau ada potensi penambahan penghasilan lain yang bisa digali lagi? Misalnya optimalisasi BUMN dan menambah target pendapatan devidennya.

“Selama masa pandemi, dan sampai dengan tahun 2021, dibutuhkan langkah-langkah efektif dan terukur dari pemerintah untuk mendesain asumsi makro, kebijakan fiskal, defisit dan pembiayaan ABPN tahun 2021, satu sisi bisa menaikkan iklim ekonomi yang kondusif, dan sisi lain menjamin postur keuangan negara yang kredibel dan akuntabel,” tutup Ajib.

  • Bagikan