KPK Incar Menteri era SBY di Kasus Korupsi e-KTP

  • Bagikan

Kliksaja.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji bakal menelusuri kebenaran informasi yang disampaikan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin terkait dugaan gratifikasi yang diterima mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun 2011-2012.

“Jadi nanti saya akan coba mengumpulkan informasi terkait ini. Dipelajari dululah,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo saat ditemui di Puri Imperium Office Plaza, Kuningan, Jakarta (Rabu, 28/9).

Menurutnya, penyidik akan mempelajari informasi yang dilontarkan Nazar. Namun begitu, Agus mengaku belum bisa memberikan komentar atas langkah apa yang akan diambil dalam pengembangan kasus tersebut.

“Coba nanti saya teliti dulu. Saya belum tahu secara detail karena yang paling tahu kan penyidik,” ucapnya.

Usai menjalani pemeriksaan KPK pada Selasa 27 September kemarin, Nazar bersikeras bahwa Gamawan Fauzi harus menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengedaan e-KTP. Menurutnya, mantan gubernur Sumatera Barat itu telah menerima sejumlah uang.

“Sekarang yang pasti e-KTP sudah ditangani oleh KPK. Kita harus percaya dengan KPK. Yang pasti Mendagrinya waktu itu (Gamawan) harus tersangka,” jelas Nazar.

KPK mendalami kasus e-KTP pada tingkat penyidikan selama lebih dari dua tahun. Baru satu tersangka yang ditetapkan, yakni Sugiharto yang merupakan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

Dia dijerat Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sugiharto yang juga berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan uangan negara Rp 2 triliun.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pada semester I tahun 2012 menemukan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan tender e-KTP, yakni melanggar Peraturan Presiden Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pelanggaran tersebut telah berimbas kepada penghematan keuangan negara.

Dalam auditnya, BPK menemukan ketidakefektifan pemakaian anggaran dalam proyek ini sebanyak 16 item dengan nilai Rp 6,03 miliar, dan tiga item senilai Rp 605,84 juta. Kemudian terdapat lima item yang diindikasikan merugikan keuangan negara senilai Rp 36,41 miliar, dan potensi kerugian negara sebanyak tiga item senilai Rp 28,90 miliar.

Selain itu, BPK juga menemukan pelanggaran dalam proses pengadaan proyek e-KTP.‎ Dari hasil audit BPK juga disimpulkan bahwa konsorsium rekanan yang ditunjuk, yakni Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian e-KTP tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak. Hal tersebut terjadi karena PNRI tidak berupaya memenuhi jumlah penerbitan e-KTP tahun 2011 sesuai kontrak.

Dalam audit BPK disebutkan juga terdapat ‘kongkalikong’ yang dilakukan antara PT PNRI dengan Panitia Pengadaan. Persekongkolan itu terjadi saat proses pelelangan, yakni ketika penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

  • Bagikan