PMK Nomor 70 Tahun 2020: Angin “Setengah” Segar Dunia Usaha di Tengah Pandemi

  • Bagikan

Pada Tanggal 22 Juni 2020, Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK Nomor 70 Tahun 2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Ajib Hamdani, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI, mengatakan bahwa sangat menarik kalau melihat dan mencermati konsideran keluarnya PMK ini, salah satunya adalah UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona, tetapi konsiderannya tidak mencantumkan PP nomor 23 tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

“Dalam kebijakan PMK Nomor 70 Tahun 2020 ini, pemerintah akan menempatkan dana negara sebesar 30 triliun, di bank pemerintah, dengan mendapatkan imbal hasil sesuai dengan tingkat SBI dari Bank Indonesia,” kata Ajib, di Jakarta, Kamis, (25/06/2020).

Lanjut Ajib, Penempatan dana ini diharapkan dapat mendorong perbankan untuk terus melakukan ekspansi kredit, terutama di sektor UMKM, dan perbankan dapat membuat daya ungkit menjadi 3 kali lipat dalam waktu 3 bulan.

Dengan tidak digunakannya PP Nomor 23 tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai konsideran, maka PMK Nomor 70 tahun 2020 ini tidak mengatur alokasi dana untuk Pemulihan Ekonomi Nasional secara langsung, diantaranya kebutuhan subsidi bunga atas relaksasi kredit berjalan, alokasi PMN untuk BUMN, maupun alokasi Jaminan Kredit Modal Kerja yang dibutuhkan UKM.

“Penempatan Uang Negara ini adalah kegiatan rutin yang memang dilakukan pemerintah, sesuai dengan kondisi keuangan dan kondisi perekonomian yang terjadi,” tambahnya.

Satu hal yang perlu dikritisi dari kebijakan ini adalah bagaimana pemerintah masih belum full effort atau bisa juga belum kompak dalam mendesain regulasi ekonomi agar dunia usaha kembali bisa berjalan normal. Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN menunjukkan komitmen yang konsisten dalam membuat dan mengawal regulasi yang bisa memberikan angin segar buat dunia usaha, tetapi sepertinya langkah serupa belum ditunjukkan oleh Bank Indonesia.

Ajib juga menjelaskan, Bank Indonesia harus menjadi penopang kebijakan moneter dan secara langsung juga membantu likuiditas di industri perbankan, melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai turunan dari PP Nomor 23 tahun 2020. Ini sejalan dengan konsep burden sharing yang digagas oleh Menteri Keuangan.

Melihat realitas yang ada, dunia usaha melihat adanya angin “setengah” segar dari pemerintah dalam masa pandemi ini. Sisi perbankan, mereka mendapat likuiditas tambahan untuk melakukan ekspansi kredit. Sisi pemerintah, atas penempatan uang negara, tetap mendapatkan imbal hasil. Sedangkan sisi dunia usaha, ada “harapan” untuk mendapat working capital walaupun bukan dari alokasi Progam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) secara langsung.

“Untuk bisa melakukan percepatan keluar dari pandemi, angin “setengah” segar ini harus segera dilanjutkan dengan adanya angin segar dari pemerintah, sinergi antar semua lembaga dan kementerian terkait, serta keberlanjutan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)  secara utuh,” tutup Ajib yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum HIPMI Tax Center.

  • Bagikan