Perhimpunan Pergerakan Indonesia Desak Pemerintah Kebijakan Impor 1 Juta Ton Beras Dibatalkan

  • Bagikan

Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) mendesak agar pemerintah membatalkan kebijakan impor 1 juta ton beras. Kebijakan tersebut dinilai tidak relevan dengan kondisi saat ini, terutama terkait dengan panen raya yang diprediksi akan berlangsung bulan September-Oktober mendatang.

Melalui pernyataan media yang disampaikan oleh Presidium Pimpinan Nasional PPI, Ian Zulfikar ditegaskan bahwa ada beberapa alasan yang relevan bagi pemerintah untuk membatalkan kebijakan impor 1 juta ton beras.

“Pemerintah baru saja memutuskan untuk melakukan impor 1 juta ton beras dan menugaskan Bulog untuk melaksanakan kebijakan impor tersebut. Terkait dengan kebijakan tersebut, PPI merasa perlu untuk menyampaikan pandangan terkait kebijakan tersebut,” kata Ian Zulfikar di Rumah Pergerakan, Jakarta, Rabu (17/03/2021).

Diungkapkan bahwa berdasarkan data Bulog, saat ini masih terdapat sisa beras impor tahun 2018 lebih dari 200 ribu ton. Selain itu, saat ini situasi nasional justru sedang masa permulaan musim panen raya yang pertama.

“Diprediksi, pada bulan September-Oktober 2021 nanti akan berlangsung panen raya yang kedua, sehingga secara keseluruhan membuat stok beras nasional cukup dan aman untuk menjaga stabilitas harga beras,” ungkapnya.

Dengan data tersebut, maka alasan impor beras demi menjaga keamanan stok beras nasional dan menjaga stabilitas harga beras adalah alasan atau argumentasi yang tidak relevan dengan keadaan sekarang.

“Impor beras 1 juta ton tersebut pasti merugikan petani, karena nyata-nyata akan menekan harga gabah hasil petani. Kebijakan impor tersebut justru menjadi pukulan ekonomi bagi petani di negeri sendiri,” tegasnya.

Karena itu, melalui pernyataan ini Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) –ormas yang didirikan oleh Anas Urbaningrum– mendesak agar Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan membatalkan kebijakan impor 1 juta ton beras demi melindungi kepentingan petani.

“Petani adalah golongan profesi yang rentan secara ekonomi untuk tergeser statusnya menjadi kelompok miskin. Karena itu negara harus melindunginya,” tegas Ian.(*)

  • Bagikan